Saudariku, aku tulis surat ini karena
engkau begitu memesona jiwaku. Jilbabmu, caramu berbicara, pengetahuanmu
tentang agama, dan… segudang prestasimu sungguh membuatku sangat kagum.
Engkaulah sebaik-baik penciptaan. Terima kasih aku ucapkan, karena
setiap kali melihatmu, aku teringat kepada Allah swt, Dzat Maha Pencipta
yang begitu sempurna. Termasuk juga memperelok hatimu.
Namun saudariku, melalui surat ini aku
memohon maaf kepadamu. Sebagai lelaki aku teramat menikmati wajahmu.
Mungkin engkau akan bertanya, “Kapan?”, dan “Dimana?”. Aku mesti jujur
kepadamu, aku menikmati wajahmu dalam setiap kesempatan. Saking
lapangnya kesempatanku untuk menikmati parasmu yang rupawan, aku bisa
menikmatinya dari belakang meja kerjaku, aku menikmatinya saat aku rapat
dengan klienku, saat sendiri maupun ramai, ah… bahkan saat (maaf) di
kamar kecil pun aku dengan leluasanya menikmati wajah mu. Maaf sekali
lagi bila terlalu menjijikan buatmu.
Tapi jangan marah, Saudariku. Itu aku
lho… sekali lagi aku! Yang mungkin engkau kenal dengan baik, atau
setidaknya bila engkau mengenalku sebagai orang yang baik. Maafkan aku
bila harus aku katakan, bahwa aku menikmati wajahmu tak sendiri. Mungkin
berpuluh, beratus, hingga mungkin berjuta orang melakukan hal yang
sama. Aku memintamu sedikit saja membayangkan, bila di antara kami yang
menikmati wajahmu adalah para pemabuk, lelaki dengan hasrat seksual
tinggi, bahkan mereka, yang menikmati wajahmu dengan libido
menggebu-gebu. Duh… sungguh, sejatinya aku tak bisa membayangkan, bila
mereka melihat wajahmu sambil mengkhayalkan sesuatu yang tidak senonoh
tentangmu. Na’udzubillah…
Saudariku, di balik rasa terkesanku,
sejatinya ada perasaan miris yang terselip jauh di lubuk hatiku. Ketika
kita berselisih jalan, atau ketika kita duduk dalam satu kesempatan
tertentu saja, betapa engkau sungguh malu-malu untuk mendongakkan
wajahmu. Engkau banyak menunduk dalam, menyembunyikan muka supaya tidak
menjadi perhatian orang-orang di sekelilingmu.
Tetapi sungguh aku harus sampaikan,
bahwa sejatinya engkau kubebaskan untuk menunduk dalam dan menghindari
beradu pandang denganku atau dengan yang lainnya. Tapi sayang, dibalik
semua itu engkau membebaskan dirimu untuk bebas dipandang. Jauh
berbanding terbalik dengan apa yang engkau lakukan. Wajah yang engkau
sembunyikan, justru dengan mudahnya engkau perlihatkan, entah sejatinya
kau sadar atau tidak. Aku tak tahu!
Aku menjumpai wajahmu dimana-mana.
Facebook, Twitter, Instagram, dan media sosial lainnya. Di sana, dengan
detailnya aku menikmati wajahmu. Ah, rasanya senyummu, khasnya lesung
pipimu, rona merah wajahmu, dan… banyak lagi yang melekat dalam benakku
meski hanya kunikmati tidak dalam dunia nyata.
Saudariku, mohon sampaikan kepada
Ayah-Ibumu, saudara-saudaramu, bahkan mungkin calon mertua dan
pasanganmu kelak, bahwa aku telah menikmati wajahmu dengan seutuhnya,
dalam hari-hariku. Sekali lagi, maafkan aku. Bukan karena aku teramat
tak tahu diri dan lancang kepadamu, namun karena kesempatan itu kau
berikan, meski hanya melalui dunia maya!.
Saudara yang mencintaimu…
Petropolis, 04 Februari 2016
Kang Ewa
0 Response to "Surat Cinta Untuk Saudariku; "Maaf, Aku Menikmati Wajahmu"."
Posting Komentar