Oleh: Hepi Andi Bastoni
1. Sah tidaknya Pemilu tak ditentukan seberapa banyaknya jumlah golputer.
Misalnya, jumlah anggota WNI yang berhak memilih 150 juta jiwa, tapi
realitasnya yang memilih hanya 60 juta orang, sedangkan yang golput
sebanyak 90 juta orang. Maka, PEMILU TETAP berlangsung dan SAH! Jadi,
golput tidak punya kekuatan.
2. Terpilih tidaknya seorang CALEG menjadi anggota dewan tak
terpengaruh dan TIDAK PULA ditentukan oleh suara golput, tetapi
berdasarkan suara terbanyak dari pemilih sah.
Misalnya, jumlah anggota DPR yang ditetapkan 500 orang. Jumlah anggota
DPR itu akan tetap terpenuhi meskipun jumlah rakyat pemilih hanya 60
juta atau bahkan hanya 10 juta orang. Di sini golput juga tidak ada
efeknya.
3. Jumlah orang yang golput itu SAMA SEKALI TIDAK DIPERHITUNGKAN keberadaannya dalam UU Pemilu.
Dengan kata lain: jumlah suara golput sebanyak 10.000 orang itu
misalnya, dianggap tidak ada, dan PASTI DIKALAHKAN dengan jumlah 500
orang yang memilih.
4. Suara golputer itu, realitasnya, tidak dapat menjadi solusi dan tidak punyai pengaruh apapun untuk kebaikan negeri ini.
Hingga kini, golput tidak ada legalitasnya yang mampu menuntut sah atau
tidaknya hasil pemilu. Golput juga tidak bisa menurunkan atau mengangkat
seorang presiden atau kepala daerah terpilih.
5. Golput itu umumnya bukan dari pemikiran rasional tapi emosional.
Biasanya mereka yang golput itu akibat rasa kecewaan, pesimis, putus asa
dan apatis terhadap keadaan negeri ini. Bahkan, apatis (tidak peduli)
bila negara dan bangsa ini dikuasai/dijarah oleh para penjahat.
6. Dengan sistem dan peraturan UU Pemilu yang ada, salah satu yang diinginkan oleh para koruptor itu adalah:
semakin banyak anggota masyarakat yang memutuskan untuk golput, agar
mereka lebih mudah menjadi anggota dewan dengan 'money politic'.
7. Sikap golput ini akan makin berbahaya jika yang golput adalah orang-orang shalih dan baik.
Sebab, ketidaksertaan mereka dalam Pemilu akan menambah sedikit dukungan
untuk orang baik-baik di panggung kekuasaan. Jika orang-orang baik itu
semakin sedikit, maka peluang para koruptor dan penjahat akan semakin
mudah melenggang kepanggung kekuasaan. Misalnya, jika anggota dewan itu
seharusnya 500 orang, maka kalau jumlah orang baik-baik hanya 100 orang,
secara otomatis orang tidak baik itu menjadi 400 orang.
8. Jika alasan golput karena sistem yang ada sekarang tidak sesuai
dengan ajaran Islam, justru peluang untuk mengubah undang-undang itu ada
di parlemen dan panggung kekuasaan.
Jika kita menginginkan aturan di negeri ini bersumber dari ajaran Islam,
maka orang-orang yang pro dengan syariat Islam harus mengubahnya.
Tempat mengubahnya itu bukan di jalanan tapi di dalam gedung parlemen.
Jika umat Islam ingin mendirikan tempat ibadah, maka yang mengeluarkan
IMB-nya itu kepala daerah. Tuntutan 1000 orang di jalanan, bisa
dimentahkan oleh keputusan hanya seorang kepala daerah. Untuk menjadi
kepala daerah atau presiden tidak bisa ditempuh dengan golput.
*Follow penulis: @andibastoni
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 Response to "Mengapa Tidak Boleh Golput? "
Posting Komentar