Tidak Parsial Memahami Al-Qur'an dan Hadits








Zulfi Akmal
Al-Azhar Cairo

***

Waktu belajar hadits dengan Prof. DR. Sa'id Shawaby di kuliah dulu, beliau pernah menerangkan bahwa al Qur'an dan hadits itu saling menerangkan dan saling memperjelas. Ketika ada pemahaman ayat yang terasa belum pas, bisa diminta penjelasannya dari ayat lain atau hadits Rasulullah.

Memahami ayat al Qur'an itu harus sejalan dengan ayat yang lain dan hadits. Tidak boleh parsial. Juga, ayat al Qur'an dan hadits tidak ada yang saling bertentangan, tapi justru saling mendukung. Contohnya:

Ada syubhat tentang hadits yang dilontarkan musuh Islam semenjak dulu, dan diungkit-ungkit kembali oleh para orientalis belakangan ini. Karena putus asa menyerang al Qur'an, mereka beranjak memerangi hadits.

Syubhatnya berbunyi:

"Imam Bukhari itu membuat kedustaan terhadap Rasulullah. Sesuatu yang tidak mungkin diucapkan Rasulullah malah ia tuliskan di dalam kitab yang dicap sebagai kitab shahih.

Seperti: Al Qur'an menyatakan bahwa di hari kiamat nanti matahari dihancurkan. Sementara ia menuliskan riwayat bahwa Rasulullah mengatakan matahari direndahkan menjadi dekat ke kepala manusia. Kalau matahari sudah hancur, apa lagi yang akan direndahkan?

Di samping itu, matahari yang begitu jauh saja sudah membuat bumi terbakar, bagaimana kalau diturunkan sampai mendekati manusia? Tentu mereka hangus terbakar. Bukan hanya mandi keringat.

Jawaban syubhat begini sangat mudah......

Imam Bukhari tidak berdusta dalam meriwayatkan itu, karena Rasulullah betul-betul mengatakannya. Dan Rasulullah juga tidak salah, apalagi berdusta dengan sabdanya itu.

Betul matahari sudah dihancurkan. Betul juga matahari direndahkan sehingga mendekati kepala orang-orang di Padang Mahsyar. Betul juga mereka tidak hancur karena panasnya.

Ayat dan hadits itu tidak saling bertabrakan karena matahari yang sudah dihancurkan itu diganti dengan matahari yang lain. Mataharinya sudah beda. Makanya hukum alamnya pun berbeda.

Kalau matahari di dunia ini yang begitu jauh, tidak peduli apakah akan membikin orang mukmin kepanasan atau orang kafir. Yang shaleh dan yang thaleh sama saja. Sama-sama kepanasan.

Tapi matahari di akhirat tidak demikian. Dia bisa membedakan siapa yang akan merasa kepanasan dan tidak. Tahu siapa mukmin yang perlu dihindarkan dari terik panasnya dan siapa pendurhaka yang harus disiksa dengan sengatannya.

Allah berfirman dalam surat Ibrahim 48:

"Yaitu pada hari ketika bumi diganti dengan bumi yang lain dan demikian pula langit. Dan mereka semuanya di padang Mahsyar berkumpul menghadap ke hadirat Allah Yang Maha Esa lagi Maha Perkasa".

Ini hanya salah satu contoh cara memahami ayat al Qur'an dan hadits. Untuk selanjutnya bisa diterapkan cara seperti itu untuk ayat dan hadits yang lain.

Makanya kita tidak boleh cepat-cepat memberikan kesimpulan suatu masalah dalam al Qur'an sebelum menghubungkan dan membandingkan dengan ayat lain.

Untuk bisa melakukan itu tidak ada jalan lain selain harus menghafal al Qur'an keseluruhannya. Dan memperbanyak perbendaharaan hadits, paling kurang hafal maknanya saja. Tidak heran bila ada ungkapan dari para guru kita "Bukan Azhary yang tidak hafal al Qur'an".

NB: Akibat mengutak-atik muqarrar (diktat) jadul muncul lagi file-file lama. (pkspiyungan.org)

0 Response to "Tidak Parsial Memahami Al-Qur'an dan Hadits "

Posting Komentar