Oleh Ustadz Farid Nu'man
Menyeru manusia kepada jalan Allah
ibarat perdagangan. Seorang yang berdagang pasti memiliki pesaing. Ada pesaing
yang sehat dan ada pula yang hasud (dengki). Si pendengki akan melakukan upaya
apa saja untuk menggembosi pedagang lain yang lebih laku.
Lalu bagaimana
para da’i menyikapinya?
Berikut akan kami kutip nasihat
Syaikh Dr. ’Aidh Abdullah al-Qarny hafizhahullah dari buku Silakan
Terpesona, beliau menulis:
Bagaimanapun Anda berbuat baik
kepada orang yang hasud, misalnya membawakan makanan dan minuman kepadanya,
memakaikan pakaiannya, membawakan air wudhunya, menyikatkan permadaninya,
membersihkan rumahnya, dan lain-lain, Anda akan tetap dianggapnya sebagai
musuh.
Mengapa demikian? Sebab, hal-hal
yang menjadi pemicu permusuhan dengannya itu masih melekat pada diri Anda,
yaitu keutamaan, ilmu pengetahuan, tata krama, harta, atau jabatan Anda.
Bagaimana pun Anda tidak akan dapat berdamai dengannya selama Anda belum
menanggalkan karunia-karunia tersbut dari diri Anda. Orang yang iri hati akan
selalu menunggu-nunggu saat Anda terpeleset, menanti-nanti kapan Anda terjatuh,
dan berangan-angan suatu saat Anda tergelincir.
Hari terbaik baginya adalah hari
Anda jatuh sakit, malam terindah baginya adalah malam Anda jatuh miskin, dan
saat-saat paling membahagiakan baginya adalah hari Anda tertimpa bencana, dan
waktu yang paling disukainya adalah hari dia melihat Anda gelisah, resah,
sedih, dan rapuh.
Momen yang paling menyiksanya adalah
ketika ia melihat Anda menjadi kaya raya. Berita paling menyedihkannya adalah
ketika Anda meraih keberuntungan dan menjadi orang terhormat. Dan bencana
paling besar baginya adalah ketika Anda mendapat promosi.
Tawa Anda adalah tangisnya, pesta
Anda adalah upacara kematiannya, dan keberhasilan Anda adalah kegagalannya.
Dia akan melupakan segala-galanya
tentang diri Anda, kecuali kesalahan-kesalahan Anda. Dia tidak memandang apa
pun kepada diri Anda, kecuali pada kekurangan-kekurangan Anda. Kesalahan Anda
yang kecil, baginya lebih besar daripada gunung Uhud. Dosa Anda yang sepele,
menurutnya lebih berat daripada gunung Tsahlan. Meskipun Anda lebih fasih
daripada Sahban, baginya Anda lebih gagap daripada Baqil. Meskipun Anda lebih
dermawan daripada Hatim, baginya Anda lebih kikir darpada Madir. Meskipun Anda
lebih cerdas daripada Asy Syafi’i, dia memandang Anda lebih bodoh dari pada
Habnaqah.
Orang yang memuji Anda di hadapannya
dianggapnya pendusta. Orang yang menyanjung Anda di dekatnya dianggapnya orang
munafik. Orang yang memuji Anda di majelisnya dianggapnya orang rendah yang tak
tahu etika. Sebaliknya, dia mempercayai orang yang mencela Anda, menyukai orang
yang membenci Anda, mendekati orang yang memusuhi Anda, menolong orang yang
tidak menyukai dan tidak akrab dengan Anda.
Warna putih menurut pandangan mata
Anda, terlihat hitam baginya. Siang dalam penglihatan Anda, malam dalam
pandangannya.
Maka dari itu, janganlah Anda
menjadikannya sebagai hakim dalam perkara Anda dengan orang lain, karena dia
telah memvonis Anda bersalah sebelum mendengar tuntutan dan melihat
bukti-bukti. Janganlah Anda membocorkan rahasia kepadanya, karena dia sangat
bersemangat menyebarkan dan menyiarkannya. Ia menyimpan kekeliruan Anda sampai
hari ia membutuhkannya dan mencatat kesalahan Anda sampai hari ia
memerlukannya.
Cara menghadapinya hanyalah
menghindari dan meninggalkannya, menghilang dari pandangannya, menjauhi
rumahnya, dan menyingkir dari tempatnya. Sebab, dia sebenarnya adalah sang
penindas yang berpenampilan orang yang tertindas. Tak usah Anda membalasnya,
sudah cukup baginya kepahitan di kerongkongannya, duka nestapa yang dialaminya,
kesedihan yang merundungnya, dan kecelakaan yang dirasakannya.
Andalah yang membuatnya sakit dan
menderita; andalah yang membuatnya tidak bisa tidur dan gundah gulana; andalah
yang mendatangkan kegelisahan, kesedihan, kelelahan, dan keletihan padanya.
Aku berhasil,
maka sujudlah orang yang dulu mencela diriku
Dia tidak
kucela, itulah pemaafan dan penghinaanku baginya
Itu juga yang
kualami di antara keluarga dan orang sebangsaku
Sebab, barang
yang berharga memang aneh di mana saja berada
Orang yang iri
pada kebaikanku, berdusta di belakangku
Berghibah sembunyi-sembunyi, memuji-muji di depan mata
Demikian nasihat dari Syaikh Dr.
’Aidh al Qarny hafizhahullah.
Sungguh, kedengkian adalah penyakit
mematikan bagi pengidapnya. Hatinya sempit, jiwanya bergoncang, pikiran pun
buram, karena semua telah diliputi rasa khawatir terhadap kemuliaan orang lain,
sedih terhadap kebahagiann orang lain, dan marah terhadap pujian yang diterima
orang lain.
Dengki tidaklah memandang usia dan
tempat, ia bisa diidap siapa saja dan hidup di mana saja. Orang yang menjadi
korban juga tidak memandang usia dan posisi, siapa saja pernah menjadi sasaran
kedengkian. Baik itu jamaah, ulama, da’i, politisi, tokoh negara, guru,
pedagang, dan sebagainya. Maka carilah ridha Allah ’Azza wa Jalla dalam
berda’wah, jangan hiraukan ucapan yang melemahkan, tuduhan yang menggoncangkan,
dan fitnah yang membingungkan, karena ketika Anda menjadikan Allah ’Azza wa
Jalla sebagai satu-satunya tujuan dan tempat bersandar, maka musuh-musuhmu akan
tidak bisa berbuat apa-apa kecuali celaka bagi dirinya sendiri.
Wallahu A’lam wa Lillahil ’Izzah
Sumber : *http://www.pkspiyungan.org/2013/06/belajar-dari-aidh-al-qarny-menghadapi.html
0 Response to "Belajar dari 'Aidh Al-Qarny Menghadapi Pendengki "
Posting Komentar