Ust. Fauzhil Adhim menjadi pembicara di Parenting Orang Tua SDIT insan Kamil Majalengka pad Sabtu (6/4) sekaligus bedah bukunya "Saat berharga bersama anak kita". |
Jangan remehkan dakwah kepada
anak-anak!
Jika telah terikat hatinya dengan Islam, mereka akan mudah bersungguh-sungguh
menetapi agama ini setelah dewasa. Jika engkau siapkan mereka untuk siap
menghadapi kesulitan, maka kelak mereka tak mudah ambruk hanya karena langkah
mereka terhalang oleh kendala-kendala yang menghadang. Tetapi jika engkau salah
membekali, mereka akan menjadi beban bagi ummat ini di masa yang akan datang.
Cemerlangnya otak sama sekali tidak memberi keuntungan jika hati telah beku dan
kesediaan untuk berpayah-payah telah runtuh.
Maka, ketika engkau mengurusi
anak-anak di sekolah, ingatlah sejenak. Tugas utamamu bukan sekedar mengajari
mereka berhitung. Bukan! Engkau sedang berdakwah. Sedang mempersiapkan generasi
yang akan mengurusi umat ini 30 tahun mendatang. Dan ini pekerjaan sangat
serius. Pekerjaan yang memerlukan kesungguhan berusaha, niat yang lurus, tekad
yang kuat serta kesediaan untuk belajar tanpa henti.
Karenanya, jangan pernah main-main
dalam urusan ini. Apa pun yang engkau lakukan terhadap mereka di kelas,
ingatlah akibatnya bagi dakwah ini 30 40 tahun yang akan datang. Jika mereka
engkau ajari curang dalam mengerjakan soal saja, sesungguhnya urusannya bukan
hanya soal bagaimana agar mereka lulus ujian. Bukan. Yang terjadi justru
sebaliknya, masa depan umat sedang engkau pertaruhkan!!! Tidakkah engkau ingat
bahwa induk segala dusta adalah ringannya lisan untuk berdusta dan tiadanya
beban pada jiwa untuk melakukan kebohongan.
Maka, ketika mutu pendidikan
anak-anak kita sangat menyedihkan, urusannya bukan sekedar masa depan
sekolahmu. Bukan. Sekolah ambruk bukan berita paling menyedihkan, meskipun ini
sama sekali tidak kita inginkan. Yang amat perlu kita khawatiri justru lemahnya
generasi yang bertanggung-jawab menegakkan dien ini 30 tahun mendatang. Apa
yang akan terjadi pada umat ini jika anak-anak kita tak memiliki kecakapan
berpikir, kesungguhan berjuang dan ketulusan dalam beramal?
Maka..., ketika engkau bersibuk
dengan cara instant agar mereka tampak mengesankan, sungguh urusannya bukan
untuk tepuk tangan saat ini. Bukan pula demi piala-piala yang tersusun rapi.
Urusannya adalah tentang rapuhnya generasi muslim yang harus mengurusi umat ini
di zaman yang bukan zamanmu. Kitalah yang bertanggung-jawab terhadap kuat atau
lemahnya mereka di zaman yang boleh jadi kita semua sudah tiada.
Hari ini, ketika di banyak tempat,
kemampuan guru-guru kita sangat menyedihkan, sungguh yang paling
mengkhawatirkan adalah masa depan umat ini. Maka, keharusan untuk belajar
bagimu, wahai Para Guru, bukan semata urusan akreditasi. Apalagi sekedar untuk
lolos sertifikasi. Yang harus engkau ingat adalah: “Ini urusan umat. Urusan
dakwah.” Jika orang-orang yang sudah setengah baya atau bahkan telah tua, sulit
sekali menerima kebenaran, sesungguhnya ini bermula dari lemahnya dakwah
terhadap mereka ketika masih belia; ketika masih kanak-kanak. Mereka mungkin
cerdas, tapi adab dan iman tak terbangun. Maka, kecerdasan itu bukan menjadi
kebaikan, justru menjadi penyulit bagi mereka untuk menegakkan dien.
Wahai Para Guru, belajarlah dengan
sungguh-sungguh bagaimana mendidik siswamu. Engkau belajar bukan untuk memenuhi
standar dinas pendidikan. Engkau belajar dengan sangat serius sebagai ibadah
agar memiliki kepatutan menjadi pendidik bagi anak-anak kaum muslimin. Takutlah
engkau kepada Allah ‘Azza wa Jalla. Sungguh, jika engkau menerima amanah
sebagai guru, sedangkan engkau tak memiliki kepatutan, maka engkau sedang
membuat kerusakan.
Sungguh, jika urusan diserahkan
bukan kepada ahlinya, tunggulah saatnya (kehancuran) tiba.
Ingatlah hadis Nabi shallaLlahu ‘alaihi wa sallam
sebagaimana diriwayatkan oleh Imam Bukhari:
إِذَا ضُيِّعَتِ اْلأَمَانَةُ فَانْتَظِرِ السَّاعَةَ. قَالَ: كَيْفَ إِضَاعَتُهَا يَا رَسُولَ
اللهِ؟ قَالَ: إِذَا أُسْنِدَ اْلأَمْرُ إِلَى غَيْرِ
أَهْلِهِ فَانْتَظِرِ السَّاعَةَ.
“Jika amanah telah disia-siakan,
maka tunggulah hari Kiamat,” Dia (Abu
Hurairah radhiyallahu ‘anhu) bertanya, “Wahai Rasulullah,
bagaimanakah menyia-nyiakan amanah itu?” Beliau menjawab, “Jika satu urusan diserahkan
kepada bukan ahlinya, maka tunggulah hari Kiamat!” (HR. Bukhari).
Maka, keharusan untuk belajar dengan
sungguh-sungguh, terus-menerus dan serius bukanlah dalam rangka memenuhi
persyaratan formal semata-mata. Jauh lebih penting dari itu adalah agar engkau
memiliki kepatutan menurut dien ini sebagai seorang guru. Sungguh, kelak engkau
akan ditanya atas amanah yang engkau emban saat ini.
Wahai Para Guru, singkirkanlah tepuk
tangan yang bergemuruh. Hadapkan wajahmu pada tugas amat besar untuk menyiapkan
generasi ini agar mampu memikul amanah yang Allah Ta'ala berikan kepada mereka.
Sungguh, kelak engkau akan ditanya di Yaumil-Qiyamah atas urusanmu.
Jika kelak tiba masanya sekolah
tempatmu mengajar dielu-elukan orang sehingga mereka datang berbondong-bondong
membawa anaknya agar engkau semaikan iman di dada mereka, inilah saatnya engkau
perbanyak istighfar. Bukan sibuk menebar kabar tentang betapa besar nama
sekolahmu. Inilah saatnya engkau sucikan nama Allah Ta’ala seraya senantiasa
berbenah menata niat dan menelisik kesalahan diri kalau-kalau ada yang
menyimpang dari tuntunan-Nya. Semakin namamu ditinggikan, semakin perlu engkau
perbanyak memohon ampunan Allah ‘Azza wa Jalla.
Wahai Para Guru, sesungguhnya jika
sekolahmu terpuruk, yang paling perlu engkau tangisi bukanlah berkurangnya
jumlah siswa yang mungkin akan terjadi. Ada yang lebih perlu engkau tangisi
dengan kesedihan yang sangat mendalam. Tentang masa depan ummat ini; tentang
kelangsungan dakwah ini, di masa ketika kita mungkin telah tua renta atau
bahkan sudah terkubur dalam tanah.
Ajarilah anak didikmu untuk
mengenali kebenaran sebelum mengajarkan kepada mereka berbagai pengetahuan.
Asahlah kepekaan mereka terhadap kebenaran dan cepat mengenali kebatilan.
Tumbuhkan pada diri mereka keyakinan bahwa Al-Qur’an pasti benar, tak ada
keraguan di dalamnya. Tanamkan adab dalam diri mereka. Tumbuhkan pula dalam
diri mereka keyakinan dan kecintaan terhadap As-Sunnah Ash-Shahihah. Bukan
menyibukkan mereka dengan kebanggaan atas dunia yang ada dalam genggaman
mereka.
Ini juga berlaku bagi kita.
Ingatlah do’a yang kita panjatkan:
"اللهُمَّ أَرِنَا الحَقَّ حَقّاً وَارْزُقْنَا التِبَاعَةَ وَأَرِنَا البَاطِلَ بَاطِلاً وَارْزُقْنَا اجْتِنَابَهُ"
“Ya Allah, tunjukilah kami bahwa
yang benar itu benar dan berilah kami rezeki kemampuan untuk mengikutinya. Dan
tunjukilah kami bahwa yang batil itu batil, serta limpahilah kami rezeki untuk
mampu menjauhinya.”
Inilah do’a yang sekaligus
mengajarkan kepada kita agar tidak tertipu oleh persepsi kita. Sesungguhnya
kebenaran tidak berubah menjadi kebatilan hanya karena kita mempersepsikan
sebagai perkara yang keliru. Demikian pula kebatilan, tak berubah hakekatnya
menjadi kebaikan dan kebenaran karena kita memilih untuk melihat segi positifnya.
Maka, kepada Allah Ta’ala kita senantiasa memohon perlindungan dari tertipu
oleh persepsi sendiri.
Pelajarilah dengan sungguh-sungguh
apa yang benar; apa yang haq, lebih dulu dan lebih sungguh-sungguh daripada
tentang apa yang efektif. Dahulukanlah mempelajari apa yang tepat daripada apa
yang memikat. Prioritaskan mempelajari apa yang benar daripada apa yang penuh
gebyar. Utamakan mempelajari hal
yang benar dalam mendidik daripada sekedar yang membuat
sekolahmu tampak besar bertabur gelar. Sungguh, jika engkau mendahulukan apa
yang engkau anggap mudah menjadikan anak hebat sebelum memahami betul apa yang
benar, sangat mudah bagimu tergelincir tanpa engkau menyadari. Anak tampaknya
berbinar-binar sangat mengikuti pelajaran, tetapi mereka hanya tertarik kepada
caramu mengajar, tapi mereka tak tertarik belajar, tak tertarik pula menetapi
kebenaran.
***
Jangan sepelekan dakwah terhadap
anak! Kesalahan mendidik terhadap anak kecil, tak mudah kelihatan. Tetapi kita
akan menuai akibatnya ketika mereka dewasa. Betapa banyak yang keliru menilai.
Masa kanak-kanak kita biarkan direnggut TV dan tontonan karena menganggap
mendidik anak yang lebih besar dan lebih-lebih orang dewasa, jauh lebih sulit
dibanding mendidik anak kecil. Padahal sulitnya melunakkan hati orang dewasa
justru bersebab terabaikannya dakwah kepada mereka di saat belia.
Wallahu a’lam bish-shawab. Kepada
Allah Ta’ala kita memohon pertolongan. Maafkan saya.
0 Response to "Jangan Remehkan Dakwah Kepada Anak"
Posting Komentar